created by Miftakul Jannah

Perkembangan dakwah Islam yang di lakukan oleh para wali di Blitar dipandang sangat berhasilmengalihkan keyakinan masyarakatdri agama Hindu dan Budha sebagai agama Negarasejak masa pemerintahan Kediri, Singosari dan Majapahit, yang bekasnya masihtampak nyata sampai sekarang yaitu candi Penataran yang di bangun pada masatiga kerajaan besar tersebut. Dalam kehidupan dan budaya masyarakat Blitarpengaruh masa lalu itu masih terasa walaupun keyakinan keagamaan telah berubahmenjadi Islam. Hal ini tampak nyata dalam perkara wali adlol yang menjadikewengan pengadilan Agama di Blitar sekarang. Perkara wali adlol kebanyakan disebabkan karena wali nikah tidak bersedia menikahkan anak perempuanyadisebabkan karena hal-hal yang di anggap melanggar tradisi lama seperti antaralain karena antara kedua calon pengantin berhadap-hadapan rumah, rumahberseberangan jalan atau berseberangan sungai, weton yang tidak pas, tunggalbuyut dan lain-lainya. Di antara penyebar islam pada masa awal tersebut adalahSyekh Subakur yang menurut masyarakat Blitar, petilasanya(monumen peringatan)terletak di desa Nglegok, Kecamatan Nglegok Blitar berdekatan dengan candiPenataran.

Syekh Subakir adalah penyebar Islam di Tanah Jawa generasi awal pada zaman kediri, masa pemerintahan Joyoboyo, berasal dari Persia jauh sebelum generasi Wali Songo. Beliau berhadapan langsung dengan tokoh-tokoh agama Jawa, Hindu dan Budha di pusat kekuasaanya, pada masa jaya-jaayanya dan di dukung oleh kerajaan-kerajaan besar yang melindunginya. Ia berhasil mengislamkan masyarakat Jawa termasuk di dalamnya masyarakat Blitar. Keberhasilanya itu tercatat dalam berbagai catatan kuno, walau kapan meninggalnya dan di mana kuburanya menjadi polemik dalam Babad Tanah Jawi, dan Serat Jangka Joyoboyo Syekh Subakir. Akan tetapi keberadaan kepetilasanya di Blitar menunjukkan bahwa beliau pernah berdakwah di daerah Blitar sebagai salah satu pusat agama Jawa, Hindu dan Budha pada masa kejayaan tiga kerajaan besar yaitu Kediri, Singosari dan Majapahit, dan karena letak Blitar sendiri berada dalam garis bangunan segi tiga dari ketiga kerajaan besar tersebut. Seorang tokoh sufi lainya dari kerajaan Mataram Islam Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga merupakan pejuang melawan Belanda yaitu Joyodigdo.

 Secara turun temurun masyarakat Kelurahan Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, mempercayai sebuah makam yang berada di dekat Candi Penataran itu makam seorang ulama penyiar Islam pertama di tanah Jawa, Syekh Syubakir. Makam itu pula yang menjadi cikal bakal berdirinya Masjid Makam Syekh Syubakir di kelurahan setempat.

Subikhan (46) tidak bisa menjelaskan mulai kapan sebuah makam yang di percayai sebagai makam Syekh Syubakir itu mulai ada di kampungnya. Bahkan, makam itu sudah berdiri zaman kakek buyutnya.

“Kalau mulai tahun kapan berdirinya, saya tidak tahu. sejak saya lahir makam itu sudah ada. Cerita turun temurun dari orang-orang tua di sini, makam itu di percayai makam Syekh Subakir. Tapi sebagian lagi menyebutkan petilasan karena di tempat lain juga ada makam Syekh Subakir,” kata Subikhan yang sekarang menjadi Ketua Takmir Masjid Makam Syekh Subakir, itu ditemui selasa (6/6).

Menurut Babad Tanah Jawa, Syekh Subakir adalah pembuka masa Islam di tanah Jawa sebelum Walisongo. Syekh Subakir adalah salah seorangulama Wali Songo periode pertama yang dikirim khalifah dari Kesultanan Turki Utsmaniyyah Sultan Muhammad 1 untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Nusantara. Konon, Syekh Subakir adalah seorang ulama besar yang telah menumbal tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus saat awal penyebaran ajaran Islam di Nusantara.

Maka dari itu, wajar ada beberapa makam atau petilasan Syekh Subakir di Jawa. Selain di Blitar, makam atau petilasan Syekh Subakir juga ada di Gunung Tidar, Magelang. Cerita rakyat yang berkembang, dulu Syekh Subakir menumbli tanah Jawa di puncak Gunung Tidar. Gunung Tidar di anggap sentral Tu saka-nya tanah Jawa. Ada cerita setelah berhasil membuka siar Islam di tanah Jawa, Syekh Subakir kembali pulang ke negara asalnya yaitu Persia.

Terlepas dari itu, makam maupun petilasan menjadi jejak Syekh Subakir dalam menyiarkan Islam di tanah Jawa, termasuk di Blitar. Seperti yang di ceritakan Subikhan, secara turun temurun masyarakat Penataran mempercayai Syekh Subakir pernah menyebarkan Islam di Blitar. Hal itu di buktikan dengan makam Syekh Subakir yang ada di kampung itu.

Bapak dua anak itu hanya ingat, dulu hanya ada bangunan saja di lokasi, yakni bangunan makam Syekh Subakir. Bentuk bangunanya juga masih sederhana berupa gubuk. Tetapi, kala itu, sydah banyak masyarakat yang ber ziarah ke makam itu.

Pada medio 1980-an, baru ada renovasi bangunan makam. Bangunan makam yang awalnya hanya berupa pilar kayu dengan atap genteng di ganti dinding batu bata. Karena banyak orang yang berziarah ke makam itu, masyarakat setempat juga menambah sebuah bangunan langgar atau musala di samping makam. Pada 1993, musala itu berkembang menjadi masjid sampai sekarang.

“Jumlah jamaahnya terus bertambah, akhirnya di jadikan masjid. Kala itu hanya mengubah tempat imam saja. Makam itu sebagai cikal bakal berdirinya Masjid Makam Syekh Subakir,”ujarnya.

Tahun ini (2017), Masjid Makam Syekh Subakir di renovasi total. Bangunan Masjid lama di bongkar total rencananya di ganti bngunan baru. Proses pembangunan masih berjalan. Saat Surya mendatangi lokasi, tampak sejumlah pekerja sedang mengecor pilar-pilar Masjid. Ada 36 pilar masjid yang sudah berdiri meski belum sempurna.

Rencananya, Masjid Makam Syekh Subakir dibangun dua lantai. Dari gambar maket yang di pasang di depan masjid yang baru terlihat megah. Luas bangunan juga di tambah empat meter dari luas awal sekitar 90 meter persegi.

“Estimasi biaya pembangunan Masjid sekitar Rp 2,5 miliar. Dana itu dari donatur, uang infak peziarah, dan swadaya masyarakat sini. Sampai sekarang biaya pembangunanya sudah keluar Rp 300 juta,”.

Di kota blitar ada saksi sejarah dan bukti syiar Islam di Nusantara, tak terkecuali di Kota Blitar, Jawa Timur yaitu Masjid Agung. Masjid ini menjadi saksi yang menyimpan sejarah panjang penyebaran Islam di kota tempat di makam kanya Bung Karno itu.

Lokasi masjid ini yang berdiri di area seluas 2000 meter persegi ini semula terletak di tepi sungai Lahar Kepunden, namun pad tahun 1884, dengan tujuan untuk menghindari banjir masjid ini di pindahkan ke sisi barat alun-alun Kota Blitar.

Peristiwa pemberontakan G30S/PKI pada 1965 berdampak pada kekhawatiran umat Islam di daerah tersebut. Hal ini mengakibatkan jumlah jamaah yang mengonsolidasi diri di masjid membludak hingga meluap ke luar masjid. Akhirnya, warga setempat sepakat memperluas areal masjid agung tersebut sehingga menampung jamaah sebanyak 10 ribu orang.

Masjid Agung memang sebuah sosok tua penimpan sejarah panjang siar Islam dan perkembangan Kota Blitar, Jawa Timur. Awalnya, tempat ibadah yang dibangun pada 1820 ini hanya terbuat dari kayu jati yang berdiri kokoh di sisi sungai Lahar Pakunden.

Pada tahun1890, guna menyelamatkan Masjid Agung, warga setempat bergotong royong merombakbangunan dan menggantinya dengan yang lebih kokoh plus bergaya arsitektur rumahJawa Kuno. Bahkan, perluasan area pun ikut di lakukan menyusul bertambahnyajamaah pascaperistiwa G30S/PKI 1965. Tak heran bila Masjid Agung mampumenampung banyak jamaah. Bahkan, hingga saat ini, bangunan sarat nuansa jawaini juga masih memancarkan sinar keagungan sebuh rumah ibadah, terutama daripilar berukuran besar dan atapnya yang terbuat dari kayu jati.

Peninggalan bersejarah di kota Blitar

  1. Candi Simping Blitar, Makam Sang Proklamator Majapahit

Candi simping di temukan kembali oleh J.E. Teijsmann pada tahun 1866. Candi ini di sebut pula dengan candi Sumberjati, sesuai dengan nama desa tempatnya berada.

Selama ini Blitar memang dikenal sebagai bumi proklamator, sebab di kota ini lah jasad Ir. Soekarno disemayangkan. Tetapi makam di sini hanyalah etimologi umum yang menyebut tempat pendharmaan/ perabuan.

Keberadan Candi simping di masa kuno cukup memperoleh perhatian besar dari kerajaan Majapahit.

  • Candi Sawentar

candi sawentar di temukan kembali oleh P.J. Perquin pada tahun 1915. Saat di temukan bangunan candi dalam keadaan rusak dan tertimbun. Selanjutnya Candi Sawentar di gali hingga tahun 1920, dan berhasil menampakkan kaki candi yang sebelumnya tak tampak hingga menjadi terlihat. Pada tahun 1999 secara tidak sengaja ditemukan kembali struktur bangunan lain disekitar Candi Sawentar, tepatnya dibelakang Pasar Desa Sawentar. Struktur bangunan yang berasil ditemukan berupa miniatur candi. Temuan baru ini lebih akrab disebut dengan nama Candi Sawentar II atau Candi Candi Sawentar Kidul. Saat ini baik Candi Sawentar maupun Candi Sawentar Kidul menjadi bagian dari Kawasan Wisata Candi Sawentar.

  • Candi Plumbungan, Gerbang Lintas Waktu dari Desa Plumbungan Blitar

Candi plumbungan secara administratif terletak di Desa Doko, Kabupaaten Blitar. Letak candi ini sebenarnya tak terlalu jauh dari Kawedanan Wlingi. Plumbungan sebenarnya kurang tepat di sebut Cand. Istilah candi dalam kasus ini hanyalah etimologi umum untuk menyebut bangungunan apapun yang berasal dari massa klasik. Candi Plumbangan sendiri sebenarnya merupakan sebuah gapura berdaya paduraksa (atap menyatu).

  • arca Warak, tanda sejarah dari desa Modangan Blitar

Kedekatan lokasi antara Candi Penataran dengan Arca Warak tak lantas membuat kedua situs ini memiliki corak yang sama. Jika Penataran tampil dengan segala keindahan dan kemegahanya, Arca Warak justru tampil dengan apa adanya. Meski sama-sama berwujud ikonik, patahan-patahan pada Arca Warak tidak serapi pada candi Penataran. Justru inilah yang menjadi keunikan dari Arca Warak.

Arca Warak bukan lah situs arca tunggal, tetapi merupakan reruntuhan bangunan kuno dari masa klasik Hindhu Budha. Situs ini terdiri dari beberapa arca dan batu-batu candi yang kondisinya tercerai berai tak beraturan. Kurang lebih ada 3 arca yang dapat di identifikasi dari situs antara lain: sebuah Arca Gajah dan dua buah Arca berfigur Raksasa. Berdasarkan laporan Belanda pada tahun 1903 di peroleh keterangan bahwa dya buah arca berfigur raksasa tersebut memiliki tinggi 2 meter dan 2,5 meter dan salah satu arcanya tersusun dari 3 bagian yang terpisah. Saat ini arca yang tersusun dari beberapa baguian tersebut memang masih bisa di jumpai, namun hanya ada bagian kaki dan tubuhnya saja. Selain arca, beberapa benda cagar budaya lainya, yang dapat di identifikasikan adalah sebuah jambangan air dan 4 buah kemuncak berukir padma. Selebihnya masih banyak batu-batu candi yang terpendam sehingga bentuk dan fungsi aslinya masih belum teridentifikasi.

  • Candi Penataran Blitar, Menapaki Kemegaham Adhiluhung Leluhur Nusantara

Sebagai salah satu Icon utama Pariwisata Kabupaten Blitar, Candi Penattaran ternyata masih menyimpan segudang misteri yang belum terkuak. Tapi misteri itu tak sepenuhnya gelap, hanya masih saja banyak publik yang belum mengetahui keistimewaan dari candi Penataran. Setelah mengetahuinya pasti banyak yang akan terperanjat.

Ketertarikan untuk mengulas ulang candi Penataran Blitar berawal dari sebuah buku karangan Lidya Kleven. Pada buku tersebut banyak diulas mengenai candi-candi, salah satunya bahasanya adalah candi penataran dari sisi relief dan sedikit sisi arsitekturnya. Luar biasa, ternyata banyak makna dan fakta seputar Candi Penataran Blitar yang jauh dari pemahaman kita selama ini.

Hingga kini tata ruang Candi Penataran Blitar masih dipertahankan. Pengunjung memasuki area candi melalui sisi yang sama yakni dari pintu masuk utama yang ditandai dengan keberadaan arca dwarapala raksasa dengan posisi jongkok. Dari pintu utama kebanyakan pengunjung langsung menuju ke arah candi angka tahun kemudian ke candi induk, dam mengabaikan keberadaan pendopo agung dan teras pendopo. Mungkin alasannya karena bangunan-bangunan besar seperti candi angka tahun dan candi induk lebih fotogenik.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.